Pengantar
Dirimu pernah mendaki gunung kah ? kalau belum, mungkin pernah jalan-jalan ke puncak ? Biasanya udara di puncak lebih dingin. Siang hari saja sudah dingin apalagi malam hari… Kalau tidur tidak ditemani selimut, dirimu akan kedinginan sepanjang malam. Katanya di puncak gunung Jayawijaya (di Papua) atau puncak mount everest, suhu udara sangat dingin sehingga semuanya pada membeku. Kalau pingin es batu gratis, silahkan mendaki kedua gunung tersebut. Biasanya hanya orang-orang tangguh saja yang bisa sampai di puncak… Apalagi mount everest. Ada dua kemungkinan kalau orang mendaki mount everest : pulang dengan selamat atau “pergi” dengan tenang. Kemungkinan besar “pergi” dengan tenang
Aneh ya, mengapa udara di puncak lebih dingin ? Seharusnya udara di puncak lebih panas karena puncak khan lebih dekat dengan matahari. Tapi kenyataannya tidak seperti itu… Semakin tinggi suatu tempat diukur dari permukaan laut, semakin rendah suhu udara di tempat tersebut. Mengapa bisa demikian ?
Mengapa pokok bahasan ini disebut Teori kinetik gas ?
Pada pembahasan mengenai wujud-wujud zat (Ditinjau dari sifat mikroskopis), Mr.ozan telah mengulas perbedaan antara zat padat, zat cair dan zat gas berdasarkan sifat dan perilaku atom atau molekul penyusunnya. Gaya tarik (gaya elektromagnetik) antara atom-atom atau molekul-molekul penyusun zat padat sangat kuat sehingga mereka selalu bergetar pada posisi yang sama dan tetap berada dalam satu kesatuan. Istilah kerennya, mereka tidak tercerai berai alias tetap ngumpul. Lebih asyik ngumpul katanya… makan gak makan asal ngumpul Ini yang menjadi alasan mengapa bentuk batu, besi, timah, emas dkk tampak padat. Semua bagian zat padat seolah-olah saling menempel.
Berbeda dengan zat padat, gaya tarik antara atom-atom atau molekul-molekul penyusun zat cair kurang kuat. Akibatnya, atom atau molekul penyusun zat cair bisa bergerak lebih bebas dan tumpang tindih dengan teman-temannya. Jadi tidak perlu heran mengapa air, minyak tanah, bensin dkk kelihatan cair dan bentuknya pun bisa berubah-ubah sesuai dengan wadah yang ditempatinya. Btw, walaupun bentuk zat cair bisa berubah-ubah, volume zat cair biasanya tetap. Hal ini dikarenakan gaya tarik antara atom atau molekul penyusun zat cair masih mampu menahan mereka untuk tetap ngumpul alias tidak tercerai berai.
Zat gas mau beda sendiri. Gaya tarik antara atom atau molekul penyusun zat gas sangat lemah. Akibatnya atom-atom atau molekul-molekul penyusun zat gas bisa bergerak sesuka hatinya dan dengan seenaknya mengucapkan selamat tinggal kepada temannya. Ketika mereka berpapasan pun paling cuma ciuman sebentar, setelah itu pisah lagi. Malas ngumpul katanya… lebih enak hidup sendiri… Gaya tarik yang sangat lemah ini yang membuat atom-atom atau molekul-molekul penyusun zat gas tercerai berai sehingga lenyap dari penglihatan kita. Sampai di sini dirimu mual-mual atau pusink-pusink tidak ? hiks2… piss…
Karena atom-atom atau molekul-molekul penyusun zat gas bisa bergerak sesuka hatinya, maka pembahasan kita selanjutnya lebih difokuskan pada zat gas. Situasi untuk zat padat dan zat cair lebih beribet dan analisis kita pun akan menjadi lebih sulit. Jadi dirimu tidak perlu heran mengapa bagian ini disebut teori kinetik gas. Teori kinetik gas sebenarnya merupakan pengembangan dari teori kinetik. Teori kinetik mengatakan bahwa setiap zat terdiri dari atom-atom atau molekul-molekul dan atom-atom atau molekul-molekul tersebut bergerak terus menerus secara sembarangan. Dugaan teori kinetik ini cocok untuk situasi dan kondisi atom atau molekul penyusun zat gas.
Ketika bergerak, atom atau molekul penyusun zat gas pasti punya kecepatan. Atom atau molekul juga punya massa. Karena punya massa (m) dan kecepatan (v), maka tentu saja atom atau molekul mempunyai energi kinetik (EK) dan momentum (p). Energi kinetik : EK = ½ mv2. Sedangkan momentum : p = mv. Kayanya bukan cuma energi kinetik (EK) dan momentum (p) saja, tetapi gaya (F) juga. Atom atau molekul khan jumlahnya banyak tuh. Ketika mereka bergerak ke sana kemari, pasti ada kemungkinan terjadi tumbukan. Jadi gaya muncul karena adanya perubahan momentum ketika terjadi tumbukan. Ingat lagi pembahasan mengenai impuls dan momentum.
Kita bisa mengatakan bahwa teori kinetik gas sebenarnya didasarkan pada energi kinetik, momentum dan gaya. Ketiga hal ini yang kita pelajari pada pokok bahasan dinamika gerak (hukum newton, impuls dan momentum). Bedanya, dalam teori kinetik gas kita menerapkan ilmu dinamika pada tingkat atom atau molekul penyusun zat gas.
Sifat makroskopis dan mikroskopis zat gas
Dirimu masih ingat materi suhu dan kalor tidak ? Kalau lupa, saran terbaik dari Mr.ozan adalah segera meluncur ke TKP dan pelajari kembali. Pokok bahasan suhu dan kalor + Teori kinetik gas tuh saling berkaitan. Bedanya, dalam pokok bahasan suhu dan kalor kita menganalisis keadaan suatu benda (termasuk gas) berdasarkan ukuran besar alias sifat makroskopisnya. Sedangkan dalam pokok bahasan teori kinetik gas, kita menganalisis keadaan suatu benda (terutama gas) berdasarkan ukuran kecil alias sifat mikroskopisnya. Kalau bingung dengan istilah makroskopis dan mikroskopis, pahami penjelasan Mr.ozan berikut ini…..
Misalnya udara… Ketika kita mengatakan : udara panas sekali (suhu udara tinggi), apa yang kita katakan mungkin hanya didasarkan pada hasil pengukuran (kita mengukur suhu udara menggunakan termometer) atau apa yang dirasakan tubuh. Kita tidak tahu apa yang terjadi dengan atom-atom atau molekul-molekul penyusun udara, sehingga udara bisa panas. Jadi ketika kita mengatakan udara panas sekali (suhu udara tinggi), sebenarnya kita hanya meninjau udara berdasarkan sifat makroskopis saja. Apabila yang kita analisis adalah massa, kecepatan, energi kinetik dan momentum atom-atom atau molekul-molekul penyusun udara, maka kita dikatakan meninjau udara berdasarkan sifat mikroskopis. Sampai di sini du yu andersten ?
Nah, sifat makroskopis zat gas bisa diukur secara langsung, sedangkan sifat mikroskopis tidak bisa diukur secara langsung. Besaran-besaran yang menyatakan sifat makroskopis zat gas adalah suhu alias temperatur, volume, tekanan. Suhu udara bisa kita ukur menggunakan termometer. Volume udara juga bisa kita ukur. Kalau dirimu niup balon, biasanya semakin banyak udara yang masuk ke dalam balon, balon semakin mengembung. Dalam hal ini volume balon bertambah akibat adanya peningkatan volume udara dalam balon. Demikian juga ketika dirimu menambah angin pada ban mobil atau ban sepeda motor. Setelah mendapat sumbangan angin, ban yang pada mulanya kempis menjadi gemuk (volume ban bertambah). Selain suhu dan volume, tekanan udara juga bisa diukur. Masih ingat materi fluida statis ? Pada pokok bahasan Tekanan pada fluida, Mr.ozan sudah menjelaskan panjang lebar mengenai tekanan udara dan bagaimana mengukur tekanan udara.
Pada kesempatan ini, terlebih dahulu kita bahas besaran-besaran yang menyatakan sifat makroskopis zat gas, seperti suhu, volume, tekanan dan bagaimana hubungan antara besaran-besaran tersebut. Hubungan antara sifat makroskopis (suhu, volume, tekanan zat gas) dan sifat mikroskopis (kecepatan, energi kinetik, momentum atom/molekul penyusun zat gas) akan kita oprek pada episode berikutnya…
Hubungan antara Suhu (T) dan Volume (V)
Dalam pokok bahasan suhu dan kalor, kita mengenal besaran suhu alias temperatur (T). Suhu alias temperatur merupakan ukuran panas atau dinginnya suatu benda… Selain suhu, kita juga mengenal besaran volume (V). Suhu udara dan volume udara memiliki keterkaitan. Volume udara bisa berubah apabila suhu udara berubah. Jika suhu udara meningkat, maka volume udara bertambah (udara memuai)… Sebaliknya kalau suhu udara menurun, maka volume udara akan berkurang (udara menyusut). Ingat lagi pokok bahasan pemuaian (materi suhu dan kalor). Kita bisa mengatakan bahwa suhu udara berbanding lurus alias sebanding dengan volume udara. Secara matematis bisa ditulis seperti ini :
Hubungan antara Tekanan (P) dan Suhu (T)
Selain suhu dan volume, ada juga besaran tekanan (P). Masih ingat pokok bahasan fluida statis ? Dalam fluida statis, Mr.ozan sudah menjelaskan secara panjang pendek mengenai tekanan (P), khususnya tekanan udara. Ingat ya, tekanan fluida (zat cair atau gas) selalu bertambah terhadap kedalaman atau semakin berkurang terhadap ketinggian. Misalnya air yang berada di dasar wadah memiliki tekanan yang lebih besar daripada air yang berada di permukaan wadah. Jadi tekanan air di dasar lebih besar daripada di permukaan. Demikian juga dengan udara… “Dasar udara” tuh ada di permukaan laut atau dekat tepi pantai. Semakin ke atas, tekanan udara semakin kecil… Apalagi di puncak gunung…
Biasanya udara di puncak gunung lebih dingin (suhu udara lebih rendah). Demikian juga tempat-tempat yang letaknya di dataran tinggi (Bandung dkk). Sebaliknya tempat-tempat yang lebih dekat dengan permukaan laut (jakarta, surabaya, semarang, makasar, yogya) lebih panas. Berdasarkan kenyataan ini, kita bisa menyimpulkan bahwa suhu (T) dan tekanan (P) memiliki hubungan. Semakin besar tekanan udara, semakin tinggi suhu udara tersebut (udara makin panas). Sebaliknya, semakin kecil tekanan udara, semakin rendah suhu udara tersebut (udara makin dingin). Dengan kata lain, tekanan udara berbanding lurus alias sebanding dengan suhu udara. Secara matematis bisa ditulis seperti ini :
Hubungan antara Tekanan (P) dan Volume (V)
Untuk membantu meninjau hubungan antara tekanan (P) dan volume (V), Mr.ozan ingin mengajakmu berimajinasi sejenak. Amati gambar di bawah… Permukaan wadah yang berwarna biru bisa digerakkan naik turun. Di dalam wadah ada udara. Volume udara dalam wadah 1 (volume 1) lebih besar dari volume udara dalam wadah 2 (volume 2). Volume udara dalam wadah 2 (volume 2) lebih besar dari volume udara dalam wadah 3 (volume 3). Jadi volume 1 > volume 2 > volume 3.
Catatan :
Gambar ini disederhanakan menjadi 2 dimensi. Btw, anggap saja ini gambar 3 dimensi (volume = panjang x lebar x tinggi).
Mula-mula permukaan wadah yang berwarna biru diam alias tidak bergerak (gambar 1). Ketika permukaan wadah yang berwarna biru didorong ke bawah dengan gaya F1, volume udara dalam wadah menjadi lebih kecil (gambar 2). Didorong lagi ke bawah dengan gaya F2, volume udara menjadi semakin kecil (volume 3). Ingat ya, untuk membuat volume udara menjadi lebih kecil tentu saja diperlukan gaya dorong yang lebih besar. Jadi gaya F2 tentu saja lebih besar dari F1.
Sekarang tataplah persamaan di bawah :
Luas permukaan wadah sama, karenanya besar Tekanan (P) hanya dipengaruhi oleh gaya (F) saja. Berdasarkan persamaan di atas, tampak bahwa Tekanan berbanding lurus dengan Gaya. Semakin besar Gaya, semakin besar Tekanan. Karena gaya F2 lebih besar dari gaya F1 , maka Tekanan udara pada wadah 3 (gambar 3) tentu saja lebih besar dari Tekanan udara pada wadah 2 (gambar 2). Jadi P3 > P2. Sebaliknya, volume udara pada wadah 3 (gambar 3) malah lebih kecil daripada volume udara pada wadah 2 (gambar 2). Bahasa gaulnya V3 <>2. Kita bisa mengatakan bahwa Tekanan udara (P) berbanding terbalik dengan volume udara (V). Semakin besar tekanan udara, semakin kecil volume udara tersebut. Sebaliknya semakin kecil tekanan udara, semakin besar volume udara tersebut. Secara matematis ditulis seperti ini :
Sejauh ini kita masih meninjau hubungan antara suhu, volume dan tekanan secara terpisah. Pertama kita hanya meninjau hubungan antara Suhu (T) dan volume (V) saja. Setelah itu kita meninjau hubungan antara Tekanan (P) dan Suhu (T). Terakhir kita meninjau hubungan antara Tekanan (P) dan Volume (V). Perlu diketahui bahwa suhu, volume dan tekanan gas memiliki keterkaitan erat. Ketiga besaran ini saling mempengaruhi. Apabila salah satu besaran berubah, kedua besaran lain akan berubah. Misalnya ketika suhu gas mengalami perubahan, volume dan tekanan gas ikut2an berubah. Apabila tekanan gas berubah, maka suhu dan volume zat gas juga ikut2an berubah. Masalahnya sekarang kita tidak tahu secara pasti seberapa besar perubahan yang terjadi. Kalau suhu gas bertambah 3oC, misalnya, besarnya perubahan yang dialami oleh volume dan tekanan tuh berapa ? Minimal harus bisa dihitung… Berdasarkan kenyataan ini, alangkah baiknya jika tinjau hubungan kuantitatif antara suhu, volume dan tekanan.
Catatan :
Hubungan kuantitatif = hubungan yang bisa dinyatakan dengan persamaan. Melalui persamaan tersebut kita bisa menghitung dan meramalkan besarnya perubahan yang terjadi.
HUKUM-HUKUM GAS (persamaan keadaan)
Setiap zat alias materi, termasuk zat gas terdiri dari atom-atom atau molekul-molekul. Karena atom atau molekul mempunyai massa maka tentu saja zat gas juga mempunyai massa. Hubungan antara massa, suhu, volume dan tekanan zat gas dikenal dengan julukan persamaan keadaan. Jadi persamaan keadaan sebenarnya merupakan persamaan yang menggambarkan kondisi makroskopis zat gas.
Salah satu teknik yang sering dipakai dalam ilmu fisika untuk membantu menurunkan hubungan antara beberapa besaran adalah menjaga agar salah satu besaran selalu konstan (konstan = tetap = tidak berubah). Misalnya begini… Kalau kita ingin mengetahui hubungan antara suhu dan tekanan gas, maka volume gas dijaga agar selalu konstan. Kalau kita ingin mengetahui hubungan antara suhu dan volume gas maka tekanan gas dijaga agar selalu konstan. Demikian juga kalau kita ingin mengetahui hubungan antara tekanan dan volume gas maka suhu gas dijaga agar selalu konstan. Ingat ya, ketiga besaran ini saling mempengaruhi. Ketika salah satu besaran berubah, maka besaran yang lain akan berubah. Karenanya jika kita tidak menggunakan teknik ini, maka kita tidak akan bisa mengetahui secara pasti bagaimana hubungan kuantitatif antara satu besaran dengan besaran lain. Btw, dirimu dan diriku tidak perlu melakukan eskperimen lagi…. Om-om ilmuwan sudah melakukannya untuk kita. Tapi kalau dirimu ingin melakukan eksperimen lagi juga silahkan….
Hubungan antara volume dan tekanan gas (suhu gas konstan)
Almahrum Robert Boyle (1627-1691) melakukan eksperimen alias percobaan untuk menyelidiki hubungan kuantitaif antara tekanan dan volume gas. Percobaan ini dilakukan dengan memasukan sejumlah gas tertentu ke dalam sebuah wadah tertutup. Sampai pendekatan yang cukup baik, om obet menemukan bahwa apabila suhu gas dijaga agar selalu konstan, maka ketika tekanan gas bertambah, volume gas semakin berkurang. Demikian juga sebaliknya ketika tekanan gas berkurang, volume gas semakin bertambah. Istilah kerennya tekanan gas berbanding terbalik dengan volume gas. Hubungan ini dikenal dengan julukan Hukum Boyle. Secara matematis ditulis sebagai berikut :
Hukum Boyle juga bisa ditulis seperti ini :
Arti dari persamaan 1 adalah : pada suhu (T) konstan, apabila tekanan (P) gas berubah maka volume (V) gas juga berubah sehingga hasil kali antara tekanan dan volume selalu konstan. Dengan kata lain, apabila tekanan gas bertambah, maka volume gas berkurang atau sebaliknya jika tekanan gas berkurang maka volume gas bertambah, sehingga hasil kali antara tekanan dan volume selalu konstan.
Grafik yang menyatakan hubungan antara volume dan tekanan tampak seperti pada gambar di bawah.
Catatan :
Pertama, berdasarkan hasil percobaannya, om obet menemukan bahwa volume gas tidak mengalami perubahan secara teratur. Kadang cepat kadang lambat… Karenanya dirimu tidak perlu bingung mengapa garis pada grafik di atas kelihatan melengkung. Seandainya volume gas berubah secara teratur maka garis akan tampak lurus. Tapi kenyataannya tidak seperti itu. Waktu masih sekolah Mr.ozan bingung juga dengan persoalan ini. Kalau volume gas berbanding terbalik dengan tekanan, mengapa garisnya tidak lurus saja, kok harus pake melengkung segala. Baru tahu jawabannya di kemudian hari
Kedua, tekanan yang dimaksudkan di sini adalah tekanan absolut, bukan tekanan ukur. Kalau bingung, baca lagi pembahasan mengenai Tekanan Dalam Fluida (materi fluida statis)
Hubungan antara suhu dan volume gas (tekanan gas bernilai tetap)
Seratus tahun setelah om Obet Boyle menemukan hubungan antara volume dan tekanan, seorang ilmuwan berkebangsaan Perancis yang bernama om Jacques Charles (1746-1823) menyelidiki hubungan antara suhu dan volume gas. Berdasarkan hasil percobaannya, om Cale menemukan bahwa apabila tekanan gas selalu konstan, maka ketika suhu gas bertambah, volume gas pun ikut2an bertambah. Sebaliknya ketika suhu gas berkurang, volume gas pun ikut2an berkurang.
Hubungan antara suhu dan volume dinyatakan melalui grafik di bawah…
Perubahan volume gas akibat adanya perubahan suhu, terjadi secara teratur. Karenanya dirimu tidak perlu heran mengapa garis pada grafik ini tampak lurus (garisnya memang miring tapi bentuknya lurus alias tidak melengkung). Apabila garis pada grafik digambarkan sampai suhu yang lebih rendah maka garis akan memotong sumbu di sekitar -273 oC. Berdasarkan banyak percobaan yang pernah dilakukan, ditemukan bahwa walaupun besarnya perubahan volume setiap gas berbeda-beda, tetapi ketika garis pada grafik V-T digambarkan sampai suhu yang lebih rendah maka garis selalu memotong sumbu di sekitar -273 oC. Jadi semua gas bernasib sama… Kita bisa mengatakan bahwa seandainya gas didinginkan sampai -273 oC maka volume gas = 0. Apabila gas didinginkan lagi hingga suhunya berada di bawah -273 oC maka volume gas akan bernilai negatif. Aneh khan kalau volume sampai bernilai negatif…. volume gas = 0 saja diriku sudah sulit membayangkannya apalagi volume gas bernilai negatif. Tentu saja tidak mungkin… Cukup logis kalau kita mengatakan bahwa -273 oC merupakan suhu terendah yang bisa dicapai. Karena garis memotong sumbu di sekitar -273 oC maka sesuai dengan kesepakatan bersama, di tetapkan bahwa suhu terendah yang bisa dicapai adalah -273,15 oC.
-273,15 oC dikenal dengan julukan suhu nol mutlak dan dijadikan acuan skala mutlak alias skala Kelvin. Kelvin adalah nama almahrum Lord Kelvin (1824-1907), mantan fisikawan Inggris. Pada skala ini, suhu dinyatakan dalam Kelvin (K), bukan derajat Kelvin (OK). Jarak antara derajat sama seperti pada skala celcius. 0 K = -273,15 oC dan 273,15 K = 0 oC. Suhu dalam skala Celcius dapat diubah menjadi skala Kelvin dengan menambahkan 273,15, suhu dalam skala Kelvin bisa diubah menjadi skala Celcius dengan mengurangi 273,15. Secara matematis, bisa ditulis sebagai berikut :
T (K) = T (oC) + 273,15
T (oC) = T (K) – 273,15
Keterangan :
T = Temperatur alias suhu
K = Kelvin
C = Celcius
Jika suhu dinyatakan dalam skala Kelvin maka grafik di atas akan tampak seperti gambar di bawah…
Grafik hubungan antara volume dan suhu ini mirip seperti grafik sebelumnya. Yang diubah hanya skala suhu saja. Perubahan volume gas tetap berbanding lurus dengan perubahan suhu gas, yang ditandai dengan garis lurus yang melalui titik asal (0). Berdasarkan grafik ini, bisa disimpulkan bahwa pada tekanan tetap, volume gas selalu berbanding lurus dengan suhu mutlak gas. Apabila suhu mutlak gas bertambah maka volume gas juga bertambah, sebaliknya apabila suhu mutlak gas berkurang maka volume gas juga berkurang. Hubungan ini dikenal dengan julukan hukum Charles. Secara matematis ditulis sebagai berikut :
Hukum Charles juga bisa ditulis seperti ini :
Arti dari persamaan 1 adalah : pada tekanan (P) konstan, apabila suhu mutlak (T) gas berubah maka volume (V) gas juga berubah sehingga hasil perbandingan antara suhu mutlak dan volume selalu konstan. Dengan kata lain, jika suhu mutlak gas bertambah, maka volume gas juga bertambah atau sebaliknya jika suhu mutlak gas berkurang maka volume gas juga berkurang, sehingga hasil perbandingan antara suhu dan volume selalu konstan.
Catatan :
Yang dimaksudkan dengan suhu mutlak gas adalah suhu gas yang dinyatakan dalam skala Kelvin. Apabila suhu masih dalam skala Celcius, maka ubah terlebih dahulu ke dalam skala Kelvin.
Hubungan antara Tekanan gas dan Suhu gas (volume gas bernilai tetap)
Setelah om Obet dan om Cale mengabadikan namanya dalam ilmu fisika, om Joseph Gay-Lussac (1778-1850) pun tidak mau ketinggalan. Berdasarkan percobaan yang dilakukannya, om Jose menemukan bahwa apabila volume gas dijaga agar selalu konstan, maka ketika tekanan gas bertambah, suhu mutlak gas pun ikut2an bertambah. Demikian juga sebaliknya ketika tekanan gas berkurang, suhu mutlak gas pun ikut2an berkurang. Istilah kerennya, pada volume konstan, tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlak gas. Hubungan ini dikenal dengan julukan Hukum Gay-Lussac. Secara matematis ditulis sebagai berikut :
Hukum Gay-Lussac juga bisa ditulis seperti ini :
Arti dari persamaan 1 adalah : pada volume (V) konstan, apabila tekanan (P) gas berubah maka suhu mutlak (T) gas juga berubah sehingga hasil perbandingan antara tekanan dan suhu mutlak selalu konstan. Dengan kata lain, jika tekanan gas bertambah, maka suhu mutlak gas juga bertambah atau sebaliknya jika tekanan gas berkurang maka suhu mutlak gas juga berkurang, sehingga hasil perbandingan antara tekanan dan suhu selalu konstan.
Catatan :
Yang dimaksudkan dengan suhu mutlak gas adalah suhu gas yang dinyatakan dalam skala Kelvin. Apabila suhu masih dalam skala Celcius, maka ubah terlebih dahulu ke dalam skala Kelvin.
Perlu diketahui bahwa hukum Boyle, hukum Charles dan hukum Gay-Lussac memberikan hasil yang akurat apabila tekanan dan massa jenis gas tidak terlalu besar. Di samping itu, ketiga hukum tersebut juga hanya berlaku untuk gas yang suhunya tidak mendekati titik didih. Berdasarkan kenyataan ini, bisa disimpulkan bahwa hukum Boyle, hukum Charles dan hukum Gay-Lussac tidak bisa diterapkan untuk semua kondisi gas. Oya, yang dimaksudkan dengan gas di sini adalah zat gas yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Istilah kerennya gas riil alias gas nyata… misalnya oksigen, nitrogen dkk…
Karena hukum Boyle, Hukum Charles dan hukum Mr.ozan… eh hukum Gay-Lussac tidak bisa berlaku untuk semua kondisi gas riil, maka kita memerlukan sebuah pendekatan baru. Pada episode berikutnya, dirimu akan berkenalan dengan konsep Gas Ideal alias gas sempurna. Gas ideal ini tidak ada dalam kehidupan sehari-hari. Gas ideal hanya sebuah model ideal saja, mirip seperti konsep benda tegar dan fluida ideal. Jadi kita menganggap ketiga hukum gas di atas berlaku dalam semua kondisi gas ideal.
Catatan :
Pertama, dalam menyelesaikan soal-soal hukum gas, suhu alias temperatur harus dinyatakan dalam skala Kelvin
Kedua, apabila tekanan gas masih berupa tekanan ukur, ubah terlebih dahulu menjadi tekanan absolut. Tekanan absolut = tekanan atmosfir + tekanan ukur
Contoh soal 1 : Hukum Boyle (hubungan volume vs tekanan pada suhu konstan)
Pada suhu 20 oC, gas karbon dioksida memiliki volume = 20 liter dan tekanan ukur = 4 x 105 N/m2. Berapakah volume gas jika tekanan ukurnya diturunkan menjadi 2 x 105 N/m2 ?
Panduan jawaban :
1 N/m2 = 1 Pa (satu pascal)
Tekanan atmosfir (Patm) = 1,01 x 105 Pa = 1,01 x 102 kPa = 101 kPa (kPa = kilo pascal)
Tekanan ukur 1 = 4 x 105 N/m2 = 400 kPa
Tekanan ukur 2 = 2 x 105 N/m2 = 200 kPa
Yang diketahui adalah tekanan ukur. Oprek dulu menjadi tekanan absolut. Tekanan absolut = Tekanan atm + Tekanan ukur
P1 = Patm + Pukur 1 = 101 kPa + 400 kPa = 501 kPa
P2 = Patm + Pukur 2 = 101 kPa + 200 kPa = 301 kPa
V1 = 20 liter
V2 = ?
Sekarang kita tumbangkan soal
Jika tekanan diturunkan, maka volume gas bertambah menjadi 33,3 liter
33,3 L = 33,3 x 103 mL = 33,3 x 103 cm3
33,3 L = 33,3 dm3 = 33,3 x 10-3 m3
Keterangan :
L = liter
mL = mili liter
cm3 = centimeter kubik
dm3 = desimeter kubik
m3 = meter kubik
Contoh soal 2 : Hukum Charles (hubungan volume vs suhu pada tekanan konstan)
Pada tekanan 101 kPa, suhu sejumlah gas oksigen = 20 oC dan volumenya = 20 liter. Berapakah volume gas oksigen jika suhunya dinaikan menjadi 40 oC ?
Panduan jawaban :
T1 = 20 oC + 273 = 293 K
T2 = 40 oC + 273 = 313 K
V1 = 20 L
V2 = ?
Jika suhu gas oksigen dinaikkan maka volumenya juga bertambah menjadi 21,4 Liter. Besarnya pertambahan volume gas adalah : 21,4 liter – 20 liter = 1,4 liter
Contoh soal 3 : Hukum Gay-Lussac (hubungan tekanan vs suhu pada volume konstan)
Pada suhu 20 oC, tekanan ukur ban mobil = 300 kPa. Setelah mobil melaju dengan kecepatan tinggi, suhu di dalam ban naik menjadi 40 oC. Berapa tekanan di dalam ban sekarang ?
Panduan jawaban :
T1 = 20 oC + 273 = 293 K
T2 = 40 oC + 273 = 313 K
P1 = Patm + Pukur 1 = 101 kPa + 300 kPa = 401 kPa
P2 = ?
Kurangi dulu dengan tekanan atmosfir
P2 = 428,4 kPa – 101 kPa = 327,4 kPa
Setelah suhu di dalam ban meningkat menjadi 40 oC, tekanan dalam ban bertambah menjadi 327,4 kPa. Ini adalah tekanan ukur. Besarnya pertambahan tekanan adalah : 327,4 kPa – 300 kPa = 27,4 kPa
Kalau dihitung dalam persentase :
Kenaikan tekanan di dalam ban sebesar 0,09 %
Berikut ini seperangkat peralatan perang dan amunisi yang mungkin dibutuhkan :
Volume
1 liter (L) = 1000 mililiter (mL) = 1000 centimeter kubik (cm3)
1 liter (L) = 1 desimeter kubik (dm3) = 1 x 10-3 m3
Tekanan
1 N/m2 = 1 Pa
1 atm = 1,013 x 105 N/m2 = 1,013 x 105 Pa = 1,013 x 102 kPa = 101,3 kPa (biasanya dipakai 101 kPa)
Pa = pascal
atm = atmosfir
Referensi
Giancoli, Douglas C., 2001, Fisika Jilid I (terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga
Halliday dan Resnick, 1991, Fisika Jilid I, Terjemahan, Jakarta : Penerbit Erlangga
Tipler, P.A.,1998, Fisika untuk Sains dan Teknik-Jilid I (terjemahan), Jakarta : Penebit Erlangga
Young, Hugh D. & Freedman, Roger A., 2002, Fisika Universitas (terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga
www.gurumuda.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar